Daftar Isi
·
Kata pengantar 3
·
Latar belakang, masalah dan tujuan 4
·
Pembahasan :
- Makanan yang halal 5
- Binatang yang halal 9
- Makanan yang haram
11
- Binatang yang haram
16
- Minuman yang halal dan yang haram 17
- Makanan yang Syubhat (samar) 19
- Manfaat makanan halal dan Mudharat
makanan haram 20
·
Kesimpulan 21
·
Daftar pustaka 22
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem
kepercayaan dalam kehidupan umat manusia
dapat dikaji melalui berbagai sudut
pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih
menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial,
politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa Jepang dan Islam, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Mercu Buana. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Penyusun
Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang muslim yang ingin
mendekatkan diri, atau setidaknya berusaha untuk taat kepada Allah Sang Maha
Pencipta, tentulah kita harus menjalankan ibadah kepada Allah, baik itu yang
wajib maupun yang sunnah agar Allah ridho kepada kita. Namun ada hal lain yang
tak boleh kita abaikan dalam usaha memperoleh ridho Allah, yaitu makanan.
Apabila makanan kita terjaga dari
makanan yang diharamkan Allah, atau dengan kata lain kita hanya makan makanan
yang dihalalkan Allah, niscaya ridho Allah itu tidak mustahil kita peroleh jika
kita taat kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, meskipun kita taat, namun kita makan
dari makanan yang haram yang bukan karena terpaksa, maka akan sia-sialah usaha
kita.
Rumusan Masalah
a.
Apa
pengertian makanan minuman halal dan haram ?
b.
Apa
pengertian binatang halal dan haram ?
c.
Apa
saja jenis-jenis makanan minuman halal dan haram ?
d.
Apa
saja jenis-jenis binatang yang halal dan haram ?
e.
Apa
itu makanan yang Syubhat ?
f.
Apa
manfaat makanan minuman yang halal ?
g.
Apa
mudharat makanan minuman yang haram ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan
kita tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan, minuman, dan
binatang yang halal maupun yang haram. Serta mengetahui apa manfaat makanan
minuman yang halal dan mudharat makanan minuman yang haram.
Makanan yang Halal
Halal artinya boleh,
jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut
ketentuan syari’at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan
ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash
Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu
menjadi haram karena memberi mudharat bagi kehidupan manusia seperti racun,
barang-barang yang menjijikan dan sebagainya.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah : 17)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah : 17)
“Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS.
Al-Baqarah : 168).
“Menyuruh mereka
mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk.” (QS. Al-A’raf : 157)
Dari Abu Hurairah RA.
ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang
Maha Baik, tidak mau menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah telah
memerintahkan orang-orang mu’min sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada
para Rasul. Allah Ta’ala berfirman : Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang
baik-baik dan kerjakanlah amal yang sholeh. Allah Ta’ala berfirman : Hai
orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan
kepada kamu sekalian…”. (HR. Muslim)
Rasulullah SAW,
ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk
perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda : Apa yang dihalalkan oleh
Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam
Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang
itu termasuk yang dimaafkan”. (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).
Makanan dan minuman
dinyatakan halal apabila memenuhi 3 (tiga) ketentuan berikut:
1. Didapatkan dengan cara yang dibenarkan
oleh syari'at Islam, yaitu dengan cara-cara yang tidak batil. Allah berfirman:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara
kamu dengan cara yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Q.S. Al-Baqarah
2:188).
"Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu"
(Q.S. An-Nisa' 4:29).
Cara yang batil
adalah segala cara yang mengambil hak orang lain, baik secara halus apalagi
kasar, tersembunyi atau terang-terangan, langsung maupun tidak langsung,
dilakukan sendiri ataupun bersama-sama dengan orang lain, seperti pencurian,
penipuan, perampokan atau dalam istilah yang populer sekarang ini korupsi,
kolusi, dan nepotisme dan lain sebagainya.
2. Halal dzatnya. Pada prinsipnya semua
jenis makanan dan minuman yang ada di bumi halal bagi manusia, kecuali yang
diharamkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Allah berfirman:
"Dialah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu" (Q.S. Al-Baqarah
2:29).
"Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir" (Q.S. Al-Jatsiyah 45:13).
Yang diharamkan itu
ada yang karena memang dzatnya (makanan atau minuman) itu dinyatakan haram
secara eksplisit oleh Al-Quran seperti babi dan darah (Q.S. Al-Maidah 5:3),
khamar (Q.S. Al-Maidah 5:90); ada yang diharamkan karena sudah menjadi bangkai
(Q.S. Al-Maidah 5:3) kecuali bangkai ikan (H.R. Bukhari Muslim); ada yang
diharamkan karena cara dan niat penyembelihannya yang tidak benar seperti
disembelih atas nama berhala, disembelih dengan tidak membaca basmallah, dicekik,
dipukul, ditanduk atau diterkam binatang buas (Q.S. Al-Maidah 5:3); ada yang
diharamkan karena sifat-sifatnya seperti menjijikkan, bertaring, buas dan lain
sebagainya (dijelaskan dalam hadits-hadits).
3. Makanan dan minuman tersebut dinyatakan
baik, dalam arti tidak memberi mudharat kepada yang mengkonsumsinya. Manfaat
dan mudharat itu ditentukan oleh keadaan fisik (kesehatan) yang
mengkonsumsinya. Antara seorang dengan lainnya tentu keadaannya tidak sama.
Makanan dan minuman jenis tertentu, sekalipun dari dzat yang halal, tapi bila
membahayakan nyawa orang tertentu, maka makanan dan minuman tersebut dinyatakan
tidak baik, dan oleh karenanya haram bagi orang tersebut. Dinyatakan haram
karena perbuatannya itu dapat dikategorikan bunuh diri yang dilarang oleh Al-Quran:
"....Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu..."
(Q.S. An-Nisa' 4:29).
Karena kriteria halal
suatu makanan dan minuman dikaitkan juga dengan mudharat dan manfaatnya bagi
manusia, maka Allah memerintahkan kita untuk selalu berusaha memakan tidak
hanya sekedar halal, tetapi juga baik seperti dalam firman-Nya:
"Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu" (Q.S. Al-Baqarah 2:168).
"Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya" (Q.S. Al-Maidah 5:88).
Bila seorang muslim
mengolah dan menyiapkan makanan sendiri, tentu saja dia akan mengikuti
ketentuan-ketentuan yang telah diterangkan di atas. Tapi bagaimana kalau
makanan dan minuman itu hasil olahan orang lain? Untuk mengetahui halal dan
haramnya sebuah produk makanan dan minuman, ada beberapa cara yang ditempuh:
- Meyakini produk yang dibeli adalah halal karena pengolah atau penjualnya diyakini sebagai seorang muslim yang baik yang mengerti dan akan bertanggung jawab terhadap kehalalan produk yang dijualnya, kecuali kalau ada fenomena atau indikasi yang mencurigakan.
- Sekalipun penjualnya tidak muslim atau tidak diketahui agamanya, tapi produk yang dijual dapat diketahui dengan meyakinkan kehalalannya karena tidak ada indikasi mengandung unsur yang haram baik berdasarkan pengamatan langsung maupun berdasarkan catatan kandungan yang terdapat dalam kemasan satu produk tertentu.
- Melalui label halal yang ditulis dalam kemasan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh otoritas tertentu yang dipercaya.
Cara yang pertama
banyak digunakan di negara atau komunitas muslim atau paling kurang mayoritas
muslim. Cara yang kedua dan ketiga banyak ditempuh di negara atau komunitas
yang muslimnya minoritas. Tentu saja dibandingkan dengan yang kedua, cara yang
ketiga lebih mudah, karena tinggal membaca label halal, tanpa harus mengamati
kandungan isi yang terdapat dalam kemasan.
Bagaimana dengan kita
di Indonesia? Melihat secara nasional, karena mayoritas penduduknya adalah
muslim, maka tentu saja cara pertama dapat digunakan. Tetapi karena belakangan
ini banyak produk makanan dan minuman baik dalam maupun luar negeri yang
dipasarkan di Indonesia berasal dari pabrik-pabrik yang tidak dimiliki oleh
orang Islam, atau dimiliki oleh orang Islam tapi diragukan komitmennya terhadap
aspek halal dan haramnya itu, maka muncullah tuntutan-tuntutan dari sebagian
konsumen supaya produk-produk tersebut diberi label halal. Menanggapi hal itu,
Majelis Ulama Indonesia mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan
Kosmetika (LPPOM) yang bertugas meneliti dan memberikan rekomendasi kehalalan
suatu produk. Program ini kemudian dikenal dengan Sertifikasi Halal.
Dalam
perkembangannya, program sertifikasi ini banyak mendapatkan sambutan terutama
dari beberapa perusahaan-perusahaan besar, di samping muncul keluhan-keluhan
tentang prosedur dan proses untuk mendapatkan sertifikasi tersebut yang
dikesankan tidak mudah, sulit, dan berbiaya besar. Sehingga akhirnya muncul
pikiran untuk memperbanyak lembaga yang diberi otoritas serupa apakah yang
dibentuk pemerintah atau swasta.
Terlepas dari hal-hal
teknis seperti itu, pertanyaan utamanya adalah, apakah untuk kasus Indonesia,
sertifikasi halal makanan dan minuman diperlukan? Untuk menegaskan apa yang
sudah tersirat dalam uraian di atas, penulis menyatakan sertifikasi diperlukan
tapi bukan untuk semua produk makanan dan minuman yang dijual di pasar. Cukup
makanan dan minuman yang diproduk oleh non-muslim atau diproduk oleh mulim tapi
ada indikasi yang meragukan kehalalannya, apakah indikasi itu terdapat pada
komitmen dan loyalitas pemiliknya atau pada produknya. Indikasi itu bisa
berdasarkan survey atau penelitian lembaga-lembaga perlindungan konsumen atau
berdasarkan masukan-masukan dari konsumen yang dipantau lewat surat pembaca
atau media lainnya.
Binatang
yang Dihalalkan
Binatang
yang dihalalkan adalah binatang yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dagingnya
oleh manusia, khususnya bagi orang-orang beriman. Jenis binatang yang dinyatakan
tegas halal dalam A1-Qur’an adalah binatang ternak, binatang buruan, dan
binatang yang berasal dan laut.
Binatang
ternak dihalalkan berdasarkan firman Allah swt. dalam Surat Al Ma’idah Ayat 1
yang artinya “Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu …”. Binatang yang dihalalkan adalah binatang buruan dan makanan yang
berasal dan laut. Hal berdasarkan firman Allah swt. dalam Surat
Al-Mä’idah Ayat 96 yang artinya “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dan laut sebagai makanan yang lezat hagimu dan bagi
orang-orang yang dalam perjalanan. (Q.S. A1-M’idah: 96)
Jenis
binatang yang halal berdasarkan hadis, antara lain ayam, kuda, keledai liar,
kelinci, dan belalang. Perhatikan Hadist Rasullah berikut ini
1)
DariAbu Musa r.a., ia herkata, “Aku pernah melihatNahi saw. makan (daging)
ayam.” (H.R. Bukhari dan Tirmizi)
2)
DariAsma bintiAhu Bakar r.a., ia berkata, “Di zaman Rasulullah saw, kami pernah
menyembelih kuda dan kami memakannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
3)
Abu Qatadah ra. tentang kisah keledai liar. Nabi saw. makan sebagian dan daging
keledai itu. (Muttafaq ‘Alaih)
4)
Dan Anas r.a. dalam kisah kelinci, ia berkata, “Ia menyembelihnya, lalu
dikirimkan daging punggungnya kepada Rasulullah saw., lalu heliau menerimanya.”
(Muttafaq ‘Alaih).
5)
Dari lbnuAbiAufa r.a., ia berkata, “Kami herperang bersamaRasulullah saw. Tujuh
kali perang. Kami memakan belalang.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam
hukum Islam, semua jenis binatang yang tidak ditegaskan tentang keharamannya,
berarti halal untuk dimakan. Akan tetapi, kita dalam memperoleh daging yang
halal, tentu harus menyembelihnya terlebih dahulu, kecuali belalang dan ikan.
Binatang yang mati bukan karena disembelih termasuk bangkai dan hukumnya haram.
Dalam
menyembelih pun tidak asal mematikan binatang begitu saja, tetapi harus sesuai
dengan ketentuan-ketentuan syarak. Apabila cara menyembelihnya salah,
mengakibatkan binatang yang sebenarnya halal dapat berubah menjadi haram.
Adapun yang dimaksud menyembelih adalah memutuskan jalan makan, minum, jalan
napas, dan urat nadi pada leher binatang yang disembelih dengan alat tertentu
sesuai dengan ketentuan syarak.
Orang
yang menyembelih binatang harus memenuhi syarat-syaratnya. Syarat- syarat itu
adalah sebagai berikut
1)
Beragama Islam, penyembelihan yang dilakukan oleh orang kafir atau orang
musyrik, hukumnya tidak sah Oleh karena itu daging binatang yang disembelih
tersebut hukumnya haram.
2)
Berakal sehat, penyembelihan yang dilakukan oleh orang yang gila atau mabuk,
hukumnya tidak sah. Oleh karena itu, daging binatang yang disembelih tersebut
hukumnya haram.
3)
Mumayiz, artinya sudah dapat membedakan antara yang benar dan salah.
Penyembelihan yang dilakukan oleh anak-anak, tidak sah.
Selain
itu, Binatang yang hendak disembelih harus memenuhi syarat sebagai berikut.
•
Binatang yang akan disembelih benar-benar masih dalam keadaan hidup.
•
Binatang yang akan disembeh binatang yang halal hukumnya.
Adapun
Syarat-Syarat Alat Penyembelihan, adalah sebagai berikut:
1)
tajam;
2)
tidak runcing dan tidak tumpul;
3)
terbuat dan besi, baja, batu, bambu, atau kaca;
4)
bukan kuku, gigi, atau tulang.
Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya “Sesuatu yang dapat men
gucurkan darah dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah maka makanlah,
kecuali dengan menggunakan gigi dan kuku. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam
Penyembelihan. Ada beberapa hal yang disunahkan dalam menyembelih, antara lain
a.
menghadap kiblat;
b.
menyembelih pada pangkal leher;
c.
menggunakan alat yang tajam;
d.
mempercepat dalam menyembelih;
e.
melepaskan tali pengikat setelah disembelih;
f.
berlaku baik dalam menyembelih, tidak kasar, dan tidak lamban.
Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya: “Sesungguhnya Allah
menetapkan supaya berbuat baik terhadap sesuatu. Apahila kamu memhunuh,
bunuhlah dengan baik. Apabila kamu hendak menyembelih, sembelihlah dengan baik,
dan hendaklah memperta jam pisaunya serta memherikan kesenangan terhadap
binatang yang disembelih.” (H.R. Muslim)
Menyembelih
binatang, seharusnya pada bagian leher karena jalan napas, jalan makan dan
minum, serta urat nadi terletak pada leher. Meskipun demikian, binatang yang
liar dan sulit untuk disembelih pada bagian lehernya, misalnya jatuh ke lubang
atau ke sumur dalam posisi kepala di bawah atau sulit ditangkap, dapat
disembelih dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat mematikannya. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw.yang artinya: “Dari Abu Usvra ,dart ayahnya,
ia berkata bahwaRasuluilah saw. ditanya, Apakah tidak ada penyembehhan itu
selain di kerongkongan dan di leher? Beliau bersabda, “Kalau kamu tusuk
pahanya. niscaya memadailah itu.” (H.R. Tirmizi)
a.
Cara Menyembelih Binatang secara Tradisional
Adapun
menyembelih binatang secara tradisional adalah sebagai berikut.
1)
Menyiapkan peralatan untuk menyembelih dan binatang yang akan disembelih.
2)
Hewan yang akan disembelih dibaringkan ke kiri sehingga menghadap kiblat.
3)
Lehemya diletakkan di atas lubang penampungan darah yang sudah disiapkan
terlebih dahulu.
4)
Kaki-kaki binatang yang akan disembelih diikat atau dipegang kuat-kuat,
kepalanya ditekan ke bawah agar tanduknya menancap ke tanah.
5)
Mengucapkan basmalah, kemudian alat penyembelih yang sudah disiapkan langsung
digoreskan pada leher binatang yang disembelih sehingga jalan makan, minum, dan
nafas, serta kedua urat nadi kanan dan kiri leher putus.
6)
Kemudian, tali pengikat pada binatang tersebut dilepaskan agar memudahkan dan
mempercepat kematiannya.
b.
Cara Menyembelih Binatang secara Mekanik
Menyembelih
binatang secara mekanik merupakan cara yang modem dan sah hukumnya.
Penyembelihan seperti ini lebih cepat sehingga binatang yang disembelih tidak
merasakan sakit berkepanjangan.
Makanan
yang Haram
Haram artinya
dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara’
untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara’ pasti ada bahayanya dan
meninggalkan yang dilarang syara’ pasti ada faidahnya dan mendapat pahala.
Yang termasuk makanan
yang diharamkan adalah :
- Bangkai
Bangkai adalah semua
hewan yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan.
Sebagaimana firman Allah,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya “.(QS.
Al-Maidah: 3)
Jenis-jenis bangkai
berdasarkan ayat-ayat di atas,
- Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
- Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras.
- Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
- An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
- Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
- Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum.
- Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
- Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah.
- Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/ terpisah dari tubuhnya.
Diperkecualikan
darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
1. Ikan, karena
dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air
adalah halal bangkainya kecuali kodok.
2. Belalang. Berdasarkan
hadits Ibnu ‘Umar secara marfu:
” Dihalalkan
untuk kita dua bangkai dan dua darah.Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan
belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa “. (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Janin yang
berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy, bahwa Nabi
SAW bersabda, “Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya.”
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam
perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
b.
Darah
Yakni darah yang
mengalir dan terpancar. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-An’am ayat 145,
أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا
“Atau darah yang
mengalir” (QS. Al-An’am: 145)
Dikecualikan darinya
hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang baru
berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat setelah
penyembelihan.
c.
Daging babi
Telah berlalu
dalilnya dalam surah Al-Ma `idah ayat ketiga di atas. Yang diinginkan
dengan daging babi adalah mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk
lemaknya.
d.
Khamar
Allah-Subhanahu wa
Ta’ala-berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْتُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Dan dalam hadits
riwayat Muslim dari Ibnu Umar ra. : “Semua yang memabukkan adalah haram, dan
semua khamar adalah haram.” Dikiaskan dengan semua makanan dan minuman yang
bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis
dan macamnya.
e.
Semua hewan buas yang bertaring
Dan dalam riwayat
Muslim, “Semua hewan buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.”
Jumhur ulama berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-hadits
lain yang semakna dengannya.
f.
Semua burung yang memiliki cakar
Yaitu semua burung
yang memiliki cakar yang kuat yang dia memangsa dengannya, seperti: elang dan
rajawali. Jumhur ulama dari kalangan Imam Empat (kecuali Imam Malik) dan
selainnya menyatakan pengharamannya berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra :
نَهَى عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَكُلُّ ذِيْ مَخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
“Beliau (Nabi)
melarang untuk memakan semua hewan buas yang bertaring dan semua burung yang memiliki
cakar.” (HR. Muslim)
g.
Jallalah.
Yaitu hewan pemakan feses
(kotoran) manusia atau hewan lain , baik berupa onta, sapi, dan kambing,
maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses),
ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak.
Hukumnya adalah
haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad-dalam satu riwayat-dan salah satu
dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah. mereka berdalilkan dengan hadits
Ibnu ‘Umar -a beliau berkata:
“Rasulullah SAW
melarang dari memakan al-jallalah dan dari meminum susunya”. (HR. Imam Lima
kecuali An-Nasa`iy)
Beberapa masalah yang
berkaitan dengan jallalah:
- Tidak semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah yang diharamkan, akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang kebanyakan makanannya adalah feses dan jarang memakan selainnya. Dikecualikan juga semua hewan air pemakan feses, karena telah berlalu bahwa semua hewan air adalah halal dimakan.
- Jika jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari feses maka tidak apa-apa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang benarnya dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar.
h.
Kuda
Telah berlalu dalam
hadits Jabir bahwasanya mereka memakan kuda saat perang Khaibar. Semakna
dengannya ucapan Asma `bintu Abu Bakar ra, “Kami menyembelih kuda di zaman
Rasulullah SAW lalu kamipun memakannya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Maka ini adalah
sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi SAW.
Ini adalah pendapat
jumhur ulama dari kalangan Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah, salah satu pendapat
dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat Muhammad ibnul Hasan dan Abu
Yusuf dari kalangan Hanafiyah. Dan ini yang dikuatkan oleh Imam Ath-Thohawy
sebagaimana dalam Fathul Bary dan Imam Ibnu Rusyd dalam Al-Bidayah.
i.
Baghol
Dia adalah hewan
hasil peranakan antara kuda dan keledai. Dan ini (haram) adalah hukum untuk
semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan yang haram dimakan.
j.
Anjing
Para ulama sepakat
akan haramnya memakan anjing, di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
bahwa anjing termasuk dari hewan buas yang bertaring yang telah berlalu
pengharamannya. Dan telah tsabit dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya
Allah jika mengharamkan sesuatu maka Dia akan mengharamkan harganya.“
Dan telah Tsabit
dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat Al-Bukhary dan Muslim dan juga dari
hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya memperjualbelikan anjing.
k.
Kucing baik yang jinak maupun yang liar
Jumhur ulama
menyatakan haramnya memakan kucing karena dia termasuk hewan yang bertaring dan
memangsa dengan taringnya. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh
Al-Fauzan. Dan juga telah Warid dalam hadits Jabir riwayat Imam Muslim
akan larangan meperjualbelikan kucing, sehingga hal ini menunjukkan haramnya.
l. Semua makanan yang keji, yaitu yang
kotor, menjijikan.
“Dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”
(QS. Al-A’raf : 157)
Semua jenis makanan
yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.
“Katakanlah: “Tuhanku
hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan
yang benar.” (QS. Al-A’raf : 33).
m. Bagian yang dipotong dari binatang yang
masih hidup.
Sabda
Nabi SAW : “Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang
terpotong itu termasuk bangkai”. (HR. Ahmad)
n. Makanan yang didapat dengan cara yang
tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara
lain yang dilarang agama.
Binatang yang diharamkan itu disebabkan
empat hal, yaitu karena nasAl-Qur’an dan hadis, karena diperintah membunuh, karena
dilarang membunuh, dan karena menjijikkan.
1.
Haram karena Nas AI-Qur’an atau Hadist
Binatang
yang haram karena nas dalam Al-Qur’an atau hadis, antara lain
a.
babi;
b.
khimar jinak (keledai);
c.
binatang buas atau binatang bertaring;
d.
burung yang berkuku tajam dan berparuh kuat;
e.
binatang jalalah (binatang yang sebagian besar makanannya adalah kotoran).
Babi
diharamkan berdasarkan firman Allah swt. dalam SuratAl-M’idahAyat 3 yang
artinya “Diharamkan bagi kamu (memakan) bangkai, darah, daging babi.”
Khimar
jinak diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Yang artinya: Dan Jahir bahwa Nahi Muhammad saw. telah melarang memakan daging
khimar jinak. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Binatang
buas yang bertaring, seperti kucing, singa, harimau, beruang, serigala, dan
anjing diharamkan berdasarkan sabda Rasulullah saw. Yang artinya: “Sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda, “Tiap-tiap hinatang buas yang mempunyai taring haram
dimakan. (H.R. Muslim dan Tirmizi)
Burung
buas yang berkuku tajam untuk berburu, seperti elang dan rajawali diharamkan
berdasarkan sabda Rasulullah saw. Baca dan pahamilah sabda Rasulullah saw. Yang
artinya: “Rasulullah saw. melarang (memakan) tiap-tiap burung yang mempunyai
kuku tajam.”(H.R. Muslim)
Jalalah
adalah binatang yang makanannya sebagian besar kotoran yang najis. Binatang itu
diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya Dan
Ibnu Umar r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. melarang memakan binatangjalalah
(binatang pemakan kotoran) dan melarang pu/a meminum susunya.” (H.R.Ibnu Majah)
Binatang
yang diharamkan karena kita diperintah supaya membunuhnya, antara lain
a)
ular;
b)
burunggagak;
c)
burung elang;
d)
tikus;
e)
anjing gila.
Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang artinya “Lima macam binatang
yang semua merusak dan hendaklah dibunuh, baik di tanah halal maupun di tanah
haram; (yaitu) ular; burung gagak, tikus, anjing gila, dan hurung elang. (H.R.
Muslim)
Ada
beberapa binatang yang diharamkan karena kita dilarang membunuhnya, yaitu
semut, lebah madu, burung hud-hud, dan burung suradi. Hal itu dijelaskan dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad yang artinya: Dan Ibnu A bhas, Nabi saw.
telah melarang membunuh empat macam binatang, (yaitu) semut, lehah,
hurung hud-hud, dan burung suradi. (H.R. Ahmad)
Selian
itu, ada pula binatang yang diharamkan karena menjijikkan keadaannya, seperti
belatung, pacet, cacing, dan lintah. Baca dan pahamilah firman Allah swt. Yang
Artinya: “Dan (Allah) men ghalalkan bagi mereka sega/a yang balk dan men
gharamkan bagi mereka sega/a yang buruk .... (Q.S. A1-A’raf: 157)
Selain
binatang yang diharamkan karena empat hal tersebut, ada juga hinatang yang
asalnya halal menjadi haram karena sebab-sebab tertentu. Binatang-binatang
tersebut adalah
a.
disembelih dengan menyebut selain nama Allah swt.;
b.
mati tercekik;
c.
terpukul atau tertabrak kendaraan;
d.
karenajatuh;
e.
karena ditanduk binatang lain;
f.
karena diterkam binatang buas;
g.
disembelih untuk berhala.
Hal
tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mã’idah Ayat 3. yang artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala ....
(Q.S. A1-Mã’idah: 3)
Minuman yang Halal
Minuman yang halal
pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
- Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun aqidah.
- Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
- Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis.
- Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Minuman yang Haram
- Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.
Allah
berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah : 219)
Dalam
ayat lain Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah : 90)
Nabi
SAW bersabda : “Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam
keadaan sedikit juga tetap haram.” (HR An-Nasa’i, Abu Dawud dan Turmudzi).
- Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.
- Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Syubhat (samar)
Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah
perkara yang tidak dijelaskan halal dan haramnya oleh syariat. Dalam hal ini
sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara itu tidak ada penjelasan halal
dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu mubah (boleh) kecuali bila
ada dalil yang mengharamkan. Hal ini
didasari banyak ayat al-Qur’an dan hadis, di antaranya:
Firman
Allah SWT:
”Dialah
(Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian.” (QS. al-Baqarah: 29).
Riwayat
Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apa yang Allah halalkan dalam
Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang
tidak dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang
diperbolehkan Allah karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun.”
(HR. Al-Bazzar dengan sanand Sahih).
Riwayat
Abu Tsa’labah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesunguhnya Allah mewajibkan
kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian
abaikan, dan telah memberi batasan kepada kalian, maka janganlah kalian langgar,
dan mendiamkan masih banyak perkara sebagai rahmat bagi kalian bukan karena
kealpaan. Maka janganlah kalian membahasnya berlebihan.” (HR. Daruquthni dalam
Sunan)
Menurut Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama
tentang sesuatu tidak ada penjelasan halal haramnya: pertama, tidak
dapat dikatakan halal, haram atau mubah. Karena mengatakan sesuatu halal atau
haram harus kembali kepada dalil syar’i. Kedua, hukumnya mubah, kembali
ke hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Ketiga, hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.
Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat
kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan halal haramnya, hukumnya kembali
pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu ditegaskan, bahwa yang halal lebih
banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah makanan yang halal, karena
hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish
shawab.
Manfaat
Makanan dan Minuman Halal
Makanan yang halalan
thoyyibah atau halal dan baik serta bergizi tentu sangat berguna bagi kita,
baik untuk kebutuhan jasmani dan rohani.. Hasil dari makanan minuman yang halal
sangat membawa berkah, barakah bukan berarti jumlahnya banyak, meskipun
sedikit, namun uang itu cukup untuk mencukupi kebutuhan sahari-hari dan juga
bergizi tinggi. Bermanfaat bagi pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak.
Lain halnya dengan
hasil dan jenis barang yang memang haram, meskipun banyak sekali, tapi tidak
barokah, maka Allah menyulitkan baginya rahmat sehingga uangnnya terbuang
banyak hingga habis dalam waktu singkat.
Diantara beberapa
manfaat menggunakan makanan dan minuman halal, yaitu :
- Membawa ketenangan hidup dalam kegiatan sehari-hari,
- Dapat menjaga kesehatan jasmani dan rohani,
- Mendapat perlindungan dari Allah SWT.
- Mendapatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT,
- Tercermin kepribadian yang jujur dalam hidupnya dan sikap apa adanya,
- Rezeki yang diperolehnya membawa barokah dunia akhirat.
Mudharat
Makanan dan Minuman Haram
Makanan dan minuman
haram, selain dilarang oleh Allah, juga mengandung lebih banyak mudharat
(kejelekan) daripada kebaikannya. Hasil haram meskipun banyak, namun
tidak barokah atau cepat habis dibandingkan yang halal dan barokah.
Dan juga makan haram
merugikan orang lain yang tidak mengetahui hasil dari perbuatan haram itu.
Sehingga teman, kerabat iktu terkena getahnya. Dan juga yang mencari rezeki
haram tidak tenang dalam hidupnya apalagi dalam jumlah bayak dan besar karena
takut diketahui dan mencemarkan nama baiknya dan keluarga sanak familinya.
Ada beberapa mudlarat
lainnya, yaitu :
- Doa yang dilakukan oleh pengkonsumsi makanan dan minuman haram, tidak mustajabah (maqbul).
- Uangnya banyak, namun tidak barokah, diakibatkan karena syetan mengarahkannya kepada kemaksiatan dengan uang itu.
- Rezeki yang haram tidak barokah dan hidupnnya tidak tenang.
- Nama baik, kepercayan, dan martabatnya jatuh bila ketahuan.
- Berdosa, karena telah melanggar aturan Allah.
- Merusak secara jasmani dan rohani kita.
Segala jenis makanan apa saja yang ada di dunia halal untuk dimakan sampai ada dalil yang melarangnya. Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan boleh jadi makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu kesehatan rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di hari kiamat dengan api neraka.
Ada banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang makanan halal dan makanan haram, namun tentu saja tidak dapat kami tampilkan semua, di antaranya sebagaimana yang telah kami uraian dalam pembahasan di atas.
Makanan yang halalan thoyyibah atau halal dan baik serta bergizi tentu sangat berguna bagi kita, baik untuk kebutuhan jasmani dan rohani.. Hasil dari makanan minuman yang halal sangat membawa berkah, barakah meskipun jumlahnya sedikit. Makanan dan minuman haram, selain dilarang oleh Allah, juga mengandung lebih banyak mudharat (kejelekan) daripada kebaikannya. Hasil haram meskipun banyak, namun tidak barokah atau cepat habis dibandingkan yang halal dan barokah.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar